Rabu, 30 Mei 2012

LAPORAN BUKU


Judul Buku : SOKOLA RIMBA (Pengalaman Belajar Bersama Orang Rimba)
Pengarang : Butet Manurung
Penerbit : Insist Press
Tahun Terbit : 2007
Tebal : 250 halaman

LATAR BELAKANG (PEMILIHAN BUKU UNTUK LAPORAN)
Buku ini merupakan cerita non fiksi, yang di tulis penulis berdasarkan pengalaman pribadinya. Buku ini layak menjadi referensi, sebab buku ini menyajikan potret kehidupan dan budaya.  Setidaknya buku ini memberikan kontribusi prespektif bahwa orang rimba tak selalu sekubu yang dikira. Sokola Rimba dapat menjadi bahan renungan siapakah yang lebih kubu dalam memelihara hutan.
Buku Cerita Anak Rimba yang ditulis oleh aktivis Butet Manurung diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris setelah banyak kalangan dari dalam maupun luar negeri menaruh minat mengetahui konsep pendidikan alternatif bagi masyarakat pedalaman.

RINGKASAN
Buku setebal 252 halaman tersebut terbagi menjadi dua bagian. Pertama, Butet menceritakan kisah pertemuannya dengan masyarakat rimba ketika dirinya bekerja di lembaga konservasi hingga suka duka hidup dengan warga rimba yang awalnya menolak kehadirannya.
Bagian kedua buku ini mengupas titik penting pemikiran Butet mengembangkan pendidikan bagi orang rimba.
Saat fase ini, dia mencoba menyadarkan bahwa program-program pelestarian hutan tak akan berhasil tanpa memberdayakan orang yang ditinggal dan hidup dari hutan.
Pada bagian ini pula, Butet mencoba menceritakan latar belakang bedirinya Sokola, sebuah yayasan pendidikan dengan ideologi konservasi yang telah tersebar di Aceh, Makassar, Flores, Kajang, dan Halmahera.
Berawal dari kecintaannya pada alam, butet memilih meninggalkan gemerlap kehidupan kota dan masuk pada belantara hutan Bukit Dua Belas yang terletak di Propinsi Jambi. Kondisi fisik dan penampilannya yang tidak meyakinkan sempat menuai sikap pesimis dari rekan-rekannya di WARSI, tetapi itu semua terpatahkan dengan semangatnya yang tinggi. Butet berangkat dari ketidaktahuan mencoba mengenal OR secara lebih dalam dengan cara tinggal dan hidup ditengah-tengah mereka.

Rombong sungai Tengkuyungon merupakan kelompok OR pertama yang ditemui oleh butet. Pertemuan awalnya dengan induk Terenong dan anak perempuannya, Bemulo telah memberikan gambaran jelas perbedaan antara kehidupan mereka. Bayangan butet tentang hutan yang rindang dengan pemandangan eksotis telah terpatahkan dengan fakta hutan yang ditemuinya tengah mengalami kerusakan. Akan tetapi fakta ini membawa penyadaran untuk lebih mencintai alam dengan segenap realitanya. Tak perduli apakah hutan itu indah, rindang, eksotis atau justru rusak akibat ulah tangan-tangan manusia yang tidak bertanggungjawab.

Kelompok OR tersebar di kawasan bukit dua belas yang luasnya lebih dari 60.000 hektar. Bukit ini dipercayai sebagai tempat bersemayamnya dewa-dewa, setan maupun jin. Wilayah ini terdiri ada 3 Kabupaten (Batang Hari, Muaro Tebo, Sarolangun) dan dihuni sekitar 11 temenggung (kelompok OR). Masing-masing kelompok terdiri dari beberapa keluarga yang selalu berpindah-pindah. OR hidup dari alam, dan memanfaatkan seluruh potensi alam untuk menyokong kebutuhan hidup mereka. Mereka senantiasa hidup berdampingan dengan alam dan menggunakan sumberdaya secukupnya. Sistem barter masih berlaku ditengah kelompok OR, tetapi beberapa hasil hutan seperti rotan dan madu terkadang dijual ke pasar desa. Hanya saja OR masih sering tertipu, hasil penjualan produk mereka tidak sebanding dengan jumlah tetes keringat yang mereka keluarkan.

Ketidakmampuan mereka membaca dan menulis menjadi sebuah titik kelemahan yang jika tidak segera mereka sadari akan menghapus keberadaan mereka. Eksistensi mereka sebagai orang rimba akan hilang dengan perluasan proyek perkebunan dan penebangan hutan. Kehadiran WARSI sebagai lembaga yang fokus pada konservasi hutan membuka peluang pengenalan pada dunia pendidikan bagi OR. Hanya saja apa yang harus dilakukan dan konsep pendidikan seperti apa yang paling tepat untuk OR secara jelas belum ditemukan oleh butet hingga beberapa bulan keberadaannya di sana. Adanya anggapan OR bahwa mereka tidak butuh baca tulis mempersulit proses pendekatan butet terhadap OR, belum lagi adat istiadat yang tidak memperbolehkan mereka diajar oleh perempuan. Diawal-awal perjuangannya butet dituntut kreatif menggunakan segala cara agar bisa mendekati mereka, misalnya mengajar mereka bersepeda, mengusahakan pengobatan hingga memberikan pelajaran baca tulis secara sembunyi-sembunyi.

Besudu (15 tahun), Batu (13 tahun) dan Linca (14 tahun) adalah tiga anak OR yang menjadi murid pertama butet. Jumlah ini bertambah menjadi tujuh orang pada hari kedua dan berkurang kembali menjadi tiga orang anak pada hari ketiga. Daya tangkap masing-masing anak berbeda, ada yang unggul di pelajaran berhitung dan ada yang di pelajaran mengenal huruf. Butet harus menciptakan metode belajar sendiri yang mampu mengatasi kesulitan-kesulitan anak OR terutama dari segi kemampuan pengucapan dan pengejaan huruf yang berbeda dari suku lainnya. Berbagai metode belajar ditemukan dari proses belajar dan mengajar sehingga hubungan yang muncul adalah timbal balik. Guru tidak hanya sebatas guru dan murid tidak hanya sebatas murid, tetapi guru dan murid menjadi satu kesatuan yang saling melengkapi. Dan ini yang tidak pernah ditemukan di sekolah-sekolah lainnya. Sekolah lebih cenderung mengdiskreditnya siswa sebagai obyek yang harus menerima seluruh ilmu pengetahuan yang diberikan oleh guru dan menerima hukuman apabila mereka tidak mampu menerimanya. Alasan ini juga mengapa anak-anak OR tidak mau bersekolah di desa, hukuman yang diberikan oleh guru kepada murid yang tidak patuh telah mencetak gambaran buruk tentang sekolah dibenak anak-anak OR.

Sayangnya 3 dari 5 sekolah yang telah rintis oleh buet dan kawan-kawanya ini tutup. Hasil penjualan buku ini mereka harapkan mampu menggalang dana untuk membiayai sekolah bagi masyarakat pedalaman dan hutan di wilayah itu.


0 komentar:

Posting Komentar

Entri Populer

Ana na...na... Slideshow: Ana’s trip to Jakarta, Java, Indonesia was created by TripAdvisor. See another Jakarta slideshow. Take your travel photos and make a slideshow for free.
 

HELLO AKU ANA. Design By: SkinCorner